PORTAL. Cerpen Bambang Eka Prasetya , Magelang. - Koran Purworejo

Breaking








Sunday, April 26, 2020

PORTAL. Cerpen Bambang Eka Prasetya , Magelang.




Redaksi KoranPurworejo menerima tulisan / karya sastra berupa Puisi, Cerpen , Essay. Ulasan pementasan laporan pertunjukan seni. Akan dimuat setiap hari Minggu. Dikirim ke Imail Koranpurworejo8218.com.

PORTAL 
Cerpen Bambang Eka Prasetya.

Badri bersikukuh tak mau membukakan portal jalan dusun. Dia bertindak berdasarkan peraturan dusun yang melarang mobil angkutan barang bermuatan melintas jalan tengah dusun Pandansari. Hanya mobil barang tanpa muatan diperbolehkan melintas. Jalan kanan atau jalan kiri di dusun itu disediakan untuk mobil angkutan barang bermuatan.

“Bukakan !,  bentak Harjo dari dalam kabin pick-up yang dikendarainya. Pemuda temperamental yang lebih dikenal dengan nama Hantuk itu membentak Badri. “Maaf Kang jika hendak masuk dusun silakan melalui jalan kanan atau jalan kiri”, sahut Badri. Peraturan dusun memang mengatur begitu. Warga dusun Pandansari sepakat melarang mobil barang bermuatan melintas jalan tengah. Kemampuan jembatan di mulut jalan tengah itu menjadi pertimbangan utama. Jembatan jalan tengah memang diperkirakan telah rapuh. Jembatan yang dibangun pemerintah kabupaten pada era Orde Baru memang telah renta. Berbeda dengan jembatan di mulut jalan kanan dan jalan kiri yang kokoh setelah dibangun dengan dana desa dua tahun berturut-turut. Hati Hantuk memanas karena Badri melarangnya untuk melintas jalan tengah.

Dia turun dari kabin mobil, mendatangi Badri. Tanpa penjelasan apapun tangan kanan Hantuk menampar pipi kiri pemuda sederhana itu. Badri terhuyung dan sontak berteriak meminta pertolongan. Beberapa orang warga mendatangi tempat kejadian perkara. Mereka melerai dua orang pemuda sedusun yang terlibat pertengkaran. Dua orang menghadang Hantuk, sementara yang lain menolong Badri yang masih kesakitan.

“Dia memukul saya Pak”, keluh Badri, “Dia memaksa agar saya membukakan portal padahal mobil barang bermuatan dilarang melintas”.

Siang hari itu Hantuk dan Badri digelandang ke balai dusun. Warga melaporkan kepada kepala dusun atas kejadian di mulut jalan tengah.
Siang hari itu Hantuk maupun Badri diinterograsi di balai dusun. Kepala dusun memimpin sidang seperti seorang penyidik. Kepada keduanya kepala dusun bertanya bagaimana ikhwal peristiwa keributan itu.

Kedua pihak, Hantuk maupun Badri bersikukuh melakukan yang benar. Hantuk secara sombong menyatakan bahwa dia mempunyai hak untuk melintas jalan tengah. Apalagi mobil yang ditumpangi hanya sebuah kendaraan kecil dengan muatan tidak seberapa banyak. Dia yakin kendaraannya dengan muatan beberapa karung pupuk tidak akan menyebabkan kerusakan jalan tengah. Yang dikendarai bukan truk pengangkut batu. Bukan truk pengangkut pasir yang bermuatan lebih dari lima ton. Truk bermuatan lima ton saja masih boleh melintas jalan kabupaten. Jalan tengah dusun kita adalah jalan makadam yang daya dukungnya cukup kuat untuk kendaraan kecil yang saya kendarai. Belum pernah ada cerita jalan makadam rusak karena dilintasi kendaraan ringan. Percuma kita membangun jalan dengan susah-payah bila tidak boleh dilintasi. Hantuk lebih mengedepankan pembenaran daripada kebenaran.

Sementara Badri pun menyampaikan alasan mengapa dia melarang Hantuk melintas di jalan tengah. Dia menjelaskan bahwa warga sepakat melarang semua mobil bermuatan melintas jalan tengah. Tidak pernah disebutkan seberapa berat muatan mobil barang itu. Kesepakatan itu dipatuhi oleh semua warga dusun dan siapapun yang melintas di jalan tengah. Hantuk menyela penjelasan Badri, katanya tidak ada tanda yang melarang mobil barang bermuatan melintas jalan tengah.

Apa yang harus dipatuhi, tanpa rambu larangan dipasang di jalan masuk dusun. Rambu sekecil apapun pembuatannya harus didasari peraturan yang berlaku. Peraturan itu tidak ada, dan warga tidak perlu mengada-ada.
Kepala dusun menegaskan bahwa semuanya dilakukan demi kebaikan. Jangan sampai ada warga yang terganggu oleh kegiatan warga yang lain. Masyarakat kita sepakat menjaga kerukunan serta kedamaian di dusun kita. Pertengkaran, apalagi sampai terungkap dengan kekerasan fisik tidak diperlukan. Bila ada sesuatu yang bisa kita bicarakan, mari kita bicarakan. Masyarakat yang guyub rukun, sudah diharapkan oleh para leluhur kita.

Bukan hal yang mendadak muncul hari ini. Kita sepakat untuk selalu menjaga keserasian hidup warga dusun kita. Kepada Hantuk kepala dusun menanyakan apakah dia sepakat dengan upaya menjaga keserasian hidup seluruh warga. Setiap ada pertemuan warga dalam forum apapun kepala dusun selalu menyampaikan harapan untuk selalu berdamai. Warga diharapkan menyelesaikan masalah dengan jalan keluar yang tepat. Dengan demikian kerukunan antar warga selalu terjaga. Tidak perlu merasa paling hebat, sehingga orang lain ditekan untuk mengikuti pendapat pribadi. Bila ada kesulitan sebaiknya diselesaikan dengan kepala dingin. Memudahkan segala urusan yang sulit perlu kita upayakan. Jangan sebaliknya berkecenderungan mempersulit hal yang sebenarnya mudah.

Kepada Hantuk dan Badri kepala dusun mengingatkan agar bertutur sapa lebih santun. Bila kita mengedepankan pendapat sendiri, bisa jadi segala ucapan berawal dari sifat keakuan kita. Dari sifat keakuan bisa muncul berbagai hal yang muaranya merugikan orang-orang di sekitar. Bila demikian maka tidak akan terwujud suasana yang damai di antara kita. Sebaliknya sikap rendah hati perlu melandasi segala ucapan serta tindakan kita. Bila kita memang bersalah dengan mudah kita bisa berupaya memperbaiki diri. Mengakui bahwa kita telah bersalah. Kesalahan yang kita lakukan bukanlah pilihan terbaik kita. Berani meminta maaf kepada seseorang yang terdampak kesalahan kita. Berjanji tidak mengulangi kesalahan yang telah diperbuat. Itulah langkah untuk memperbaiki hidup.
Dalam melakukan perbuatan apa pun, kita berusaha melakukan perbuatan yang "migunani tumraping liyan", apa pun yang kita lakukan hendaklah bermanfaat bagi sesama.

Disaksikan oleh warga dusun yang berhimpun di balai dusun, Hantuk dan Badri bersama-sama bangkit berdiri, bersalaman. Mereka saling meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Kedua lelaki muda itu saling memandang dengan sinar mata penuh persahabatan. Mereka berangkulan dan menyatakan untuk bersama-sama melakukan yang terbaik demi kebahagiaan bersama.

Kedua lelaki muda yang keduanya memiliki kemampuan olah-tani sepakat menjalin kerjasama demi kesejahteraan warga dusun. Mereka memiliki kemampuan bertani karena Hantuk sempat belajar di Sekolah Menengah Kejuruan Pertaanian. Badri belajar di Sekolah Menengah Pertama, setelah lulus dia rajin belajar mandiri, disamping sering mengikuti loka-karya dalam bidang pertanian. Mereka sepakat bekerjasama berbasis modal yang mereka miliki. Pesan leluhur “Rugi satak bathi sanak” menjadi sesanti mereka. Merugi secara finansial, namun persaudaraan dan persahabatan menjadi unggulan.


Magelang, 23 April 2020

1 comment:

  1. Sudah saatnya generasi sekarang mempelajari warisan Budi pekerti leluhur daripada terhanyut dengan tontonan ataupun gadget yang belum tentu mampu membangun karakter pribadi yg baik..lanjutkan!!

    ReplyDelete